UU Cipta Kerja : Kepentingan Korporat Bukan Rakyat
UU Cipta Kerja : Kepentingan Korporat Bukan Rakyat
Oleh : Riska Malinda, S.Kom.
(Ibu Rumah Tanga Peduli Generasi, Aktivis dakwah)
Tak pantas lagi mengucapkan “Selamat Datang” pada UU Cipta Kerja, karena faktanya sudah bertahun-tahun lamanya UU ini terealisasi di negeri (+62).
Tenaga kerja asing mulai berdatangan ke Indonesia bahkan tanpa adanya izin yang bertele-tele. Mereka hendak menggantikan tenaga kerja dalam negeri.
Perusahaan-perusahaan asing
bertengger banyak di lokasi-lokasi strategis di Nusantara. Hingga sumber daya
alam sebagai lumbung pangan rakyat pun ikut di lahap. Maka Omnibus Law hanya soal pengesahannya saja. Dan kini para korporat
akan berpesta pora diatas penderitaan rakyat.
Apa mau dikata, masih menjadi rancangan saja UU Cipta Kerja telah menuai kontra dari kalangan pekerja buruh, aktivis dan akademisi.
Tak heran jika kegaduhan demonstrasi saat ini
adalah bentuk nyata dari ketidakpuasan atas kinerja para pengemban kebijakan. Bagaimana
bisa kebijakan yang sama sekali tak diinginkan oleh rakyat dapat lolos secepat
kilat?
Dinilai lebih berpihak
kepada para pemilik modal Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) menolak UU
Ciptaker yang disahkan DPR RI pada Senin lalu, (5/10). Forum tersebut
menghasilkan pernyataan tertulis pada acara Live
Event : Menimbang Dampak Omnibus Law
Cipta Kerja Terhadap Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan.
Melalui channel youtube FDMPB terlihat
beberapa Doktor yang menghadiri forum tersebut.
"Menyatakan menolak UU Cipta Kerja, karena kami nilai
lebih mencerminkan keberpihakan pada kepentingan pemilik modal, termasuk
investor asing, sementara di sisi lainnya memarjinalkan kepentingan kaum
buruh/pekerja, masyarakat adat, kepentingan publik, cenderung mengorbankan
lingkungan dan kedaulatan pengelolaan sumber daya alam esensial," tulis
dalam Pernyataan Sikap Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB):
Menimbang Dampak UU Omnibus Law Cipta Kerja Terhadap Ideologi, Politik,
Ekomomi, Sosial, Budaya, Pertahanan, dan Keamanan, yang
ditandatangani Ketua FDMPB Dr. Ahmad Sastra, M.M dan Sekretaris Jenderal Dr. N.
Faqih Syarif, M.Si., pada Sabtu (10/10) di Surabaya.
Gejolak penolakan juga muncul di Kota Lampung. Para mahasiswa berdemo di depan kantor DPRD Lampung dan diizinkan masuk ke dalam gedung untuk menyampaikan aspirasi terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Ketua DPRD Lampung, Mingrum Gumay, mengatakan bahwa dirinya akan memberikan keluasan terhadap beberapa kebijakan yang dirasa merugikan rakyat. Kebijakan terkait UMP dan UMK misalnya, dapat diatur ulang melalui Perda.
Namun hal itu segera
dibalas oleh perwakilan massa, Irfan, dengan menyatakan mosi tidak percaya dan
lebih memilih sikap tegas dari perwakilan Lampung. (kupas tuntas, 08/10/2020)
Aspirasi serupa
juga dilayangkan oleh Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)
Provinsi Lampung, Eko Rahman. Dirinya menyatakan akan mendesak Presiden guna
mencabut UU Cipta Kerja lewat Perppu.
Pengesahan UU
ini secara cepat dan memaksa bukan tanpa alasan. Pasalnya karena Indonesia
memasuki masa resesi maka UU ini segera diberlakukan. Kebijakan ini diharapkan
mendatangkan para investor asing dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya
bagi rakyat.
Namun sepertinya alih-alih menyelamatkan ekonomi negara para petinggi negara malah menjerumuskan rakyat kedalam jurang ketidakadilan. Banyak pasal yang tidak memihak kepada kaum buruh. Bahkan lebih mengkhawatirkan lagi kepemilikan sumber daya alam oleh negara menuju kepada kerakusan sang kapitalis.
UU Ciptaker ini justru
berpotensi besar merampas hak rakyat atas tanah, lingkungan dan sumber daya
alam serta hak buruh dan pekerja, yang pada akhirnya dikhawatirkan akan memicu
konflik yang lebih luas. Para elit kapitalis akan terus mencengkeram sumber
daya alam Indonesia, menambah kerusakan lingkungan.
Seperti inilah
rupa sistem ekonomi kapitalisme liberalisme. Sistem ini hanya akan memandang
kepentingan segelintir pemilik modal untuk terus mengembangkan sayapnya pada
negara-negara dengan sumber daya alam melimpah. Tak ada rasa peduli yang muncul
tanpa adanya asas kebermanfaatan. Semua dihadiahkan kepada para elit kapitalis
dengan sanggahan menyelamatkan ekonomi negara.
Inilah bedanya dengan sistem ekonomi yang diatur dalam hukum-hukum syari’at Islam. Pemimpin dalam Islam bukan sekedar regulator atau pembuat kebijakan semata. Namun ia hadir sebagai pengurus rakyat.
Pemimpin yang berpedoman pada hukum Islam wajib menjamin
kebutuhan hidup rakyat; memberikan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup
seperti kesehatan, keamanan serta pendidikan. Hukum Islam mengharamkan atas
kepemilikan sumber daya alam pada segelintir individu.
Sudah saatnya
rakyat Indonesia sadar bahwa yang dibutuhkan adalah solusi menyeluruh atas
prolematika yang semakin hari semakin carut marut. Itulah hukum dan sistem yang
berasal dari Sang Pencipta yang melahirkan pemimpin bertanggung jawab. Pemimpin
yang menempatkan kepentingan rakyat diatas korporat.
Tidak ada komentar untuk "UU Cipta Kerja : Kepentingan Korporat Bukan Rakyat"
Posting Komentar