Kasus Novel, Menyiram Dengan Sengaja Wajah Rezim Jokowi?
Penulis : Nury Khoiril Jamil (@ririk.jamil25)
Semakin banter pemberitaan tentang tuntutan penyiraman air keras
terhadap kasus yang dialami oleh Novel Baswedan. Pasalnya, banyak pihak merasa
janggal dengan persidangan tersebut, bahkan terdapat asumsi bahwa persidangan
tersebut hanyalah sandiwara semata. Tuntutan satu tahun yang diberikan oleh
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dirasa berpihak kepada pelaku penyiraman air keras.
Dalih warganet bahkan beberapa aktivis, akademisi dan lembaga yang
konsentrasi terhadap penegakan HAM menyoroti tuntunan jaksa. Tuntutan satu
tahun dirasa sangat tidak adil, jika dibanding dengan penderitaan atau
kecacatan penglihatan yang dialami oleh penyidik KPK tersebut. Banyak
opini-opini publik mengatakan ketidaksetujuannya terhadap tuntutan yang
diberikan oleh jaksa terhadap pelaku.
Perbandingan-perbandingan kasus serupa mulai muncul di media. Hal
tersebut wajar, karena masyarakat memiliki hak kebebasan berpendapat sesuai
dengan muatan pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Sebut saja India, Bangladesh dan
Pakistan, rata-rata ancaman pidana mengenai kasus serupa adalah tujuh sampai
empat belas tahun, bahkan dapat diperpanjang menjadi seumur hidup.
Di dalam negeri sendiri, putusan-putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap dengan kasus yang sama memiliki masa tahanan yang lama. Katakanlah minimal delapan tahun ke atas
seperti kasus seorang preman yang disewa Rika yang berujung pada bui delapan
tahun penjara. Alasan-alasan tersebut membuat masyarakat kecewa dalam
penanganan kasus ini, khususnya terhadap tuntutan jaksa.
Sekalipun masih dalam proses tuntutan jaksa, masyarakat tentu
menunggu-nunggu putusan yang akan diambil majelis hakim. Kekecewaan terhadap
jaksa memang tidak dapat dipungkiri, namun putusan hakim yang akan memutus
perkara ini sesuai apa yang majelis hakim yakini. Harapan tertinggi kini
terdapat pada majelis hakim, agar memberikan putusan yang seadil-adilnya
terhadap kasus penyiraman air keras Novel Baswedan.
Perlu diketahui masyarakat, bahwa proses saat ini adalah tuntutan bukan
putusan. Banyak kalangan masyarakat menganggap bahwa, tuntutan jaksa sama atau
akhir dari penyelesain kasus ini. Masyarakat memang perlu kritis, namun jangan
sampai menganggap bahwa kasus ini telah selesai sebelum putusan dijatuhkan.
Masyarakat harus bersabar dalam memberi tanggapan lebih terhadap
kasus ini, kesalahan berkomentar di media sosial khususnya dikhawatirkan
menjadi bumerang bagi masyarakat. Memberi tanggapan sewajarnya sesuai fakta dan
kajian akademik tentu akan berdampak baik bagi masyarakat dalam memahami ilmu
hukum.
Menyoal tuntutan jaksa tentang kasus ini barang tentu menjadi
perdebatan panjang. Namun, selain Novel Baswedan sebagai korban tentu rezim
Jokowi juga korban dalam kasus ini. Betapa tidak, jika kasus ini bergulir serta
putusan nantinya akan memunculkan perdebatan baru dan pertentangan baru, maka
bukan hanya Novel Baswedan yang menjadi korban penyiraman air keras, rezim juga
akan mendapat siraman ‘air keras’ dengan sengaja oleh rakyatnya.
Tidak suksesnya penanganan kasus ini, akan menjadi beban sejarah
panjang bagi bangsa Indonesia. Penanganan HAM akan dilabeli buruk pada rezim
Jokowi, sekalipun wewenangan kekuasaan kehakiman tidak termasuk dalam wewenang
eksekutif. Masyarakat tentu akan geram, jika melihat ketidakadilan
dipertontonkan dengan masifnya di media.
Terlepas dari itu semua, mencoba berfikir positif terhadap dukungan
pemerintah dalam penyelesaian kasus ini. Menjadi menarik jika semua perhatian
dapat tertuju pada kasus ini. Masyarakat sebagai kontrol sosial sangat
dibutuhkan perannya, lebih-lebih Mahasiswa yang menyandang gelar agent of
change. Semangat gotong-royong dan penanaman nasionalisme dapat dibangun
melalui kasus ini.
Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kasus-kasus sebagai kajian
akademik maupun sebagai hikmah tentu akan mengurangi tingkat kriminalitas
bangsa ini. Bersaing secara sehat dan tidak menggebu-gebu untuk menghalalkan
segala cara dalam meraih kemenangan. Tuntutan jaksa sudah menjadi bubur, mari
kita nantikan proses selanjutnya dan tetap mengawal kasus ini hingga akhir.
Penulis: Nury Khoiril Jamil (@ririk.jamil25)
Keterangan: Ketua Umum Unity of Writer (UNITER), Koor. Biro Hukum
HMPS HES IAIN Jember, Wakil Sekretaris Jenderal Komunitas Peradilan Semu
(KOMPRES) IAIN Jember.
Tidak ada komentar untuk "Kasus Novel, Menyiram Dengan Sengaja Wajah Rezim Jokowi?"
Posting Komentar